Jumat, 06 Mei 2016

Buku untuk Gerakan Literasi Sekolah

Foto: Dok. Dikdasmen Kemdikbud
Manistebu.com | Rencana Kemdikbud meluncurkan Gerakan Literasi Sekolah (GLS) merupakan salah satu upaya nyata membangun insan dalam ekosistem pendidikan dan kebudayaan yang andal. GLS mendorong terciptanya lingkungan sekolah yang literat dengan ciri berikut:
  1. menyenangkan dan ramah anak sehingga menumbuhkan semangat warganya dalam belajar;
  2. semua warganya menunjukkan empati, peduli, dan menghargai sesama;
  3. menumbuhkan semangat ingin tahu dan cinta pengetahuan;
  4. memampukan warganya cakap berkomunikasi dan dapat berkontribusi pada lingkungan sosialnya;
  5. mengakomodasi partisipasi seluruh warga dan lingkungan eksternal (Kemdikbud, 2016)
Secara khusus ekosistem yang diharapkan pada setiap jenjang seperti tertuang dalam tabel berikut (Kemdikbud, 2016).
SDEkosistem SD yang literat adalah kondisi yang menanamkan dasar-dasar sikap dan perilaku empati sosial dan cinta kepada pengetahuan.
SMPEkosistem SMP yang literat adalah kondisi yang memungkinkan pengembangan sikap kreatif, inovatif, perilaku empati sosial, dan cinta kepada pengetahuan.
SMAEkosistem SMA yang literat adalah kondisi yang memungkinkan pengembangan sikap dan perilaku kritis dan ilmiah.
SMKEkosistem SMK yang   literat adalah kondisi yang memungkinkan pengembangan sikap kritis, kreatif, inovatif, berjiwa wirausaha, dan cinta kepada pengetahuan.
SLBEkosistem SLB yang literat adalah kondisi yang memungkinkan pengembangan sikap dan perilaku yang baik, berempati sosial, mandiri, dan terampil.

Dalam acara Munas Ikapi tahun 2015, Menteri Anies Baswedan menyampaikan bahwa oksigen yang menghidupi ekosistem adalah informasi. Dalam hal ini, peran buku sebagai sumber informasi menempatkannya sebagai komponen yang menghidupi ekosistem secara sehat. Jika ditilik lebih lanjut, informasi bersumber dari pohon literasi informasi yang akar dan batangnya adalah literasi dasar.
Karena itu, posisi membaca dan bahan bacaan menjadi sangat penting. Dari sini kemudian muncul pertanyaan, bahan bacaan apa yang tepat untuk membangun insan literat? Sebelum menjawab hal tersebut mari kita selisik kompetensi literasi yang diharapkan dari GLS.

Kompetensi Literasi

Dalam Panduan GLS disebutkan bahwa kemampuan literasi ditumbuhkan secara berkesinambungan pada satuan pendidikan SD, SMP, SMA, SMK, dan SLB. Perkembangan teknologi dan media menuntut kemampuan literasi peserta didik yang terintegrasi, dengan fokus kepada aspek kreativitas, kemampuan komunikasi, kemampuan berpikir kritis, dan satu hal yang penting adalah kemampuan untuk menggunakan media secara aman (media safety).
Secara lebih detail, kompetensi tersebut ditunjukkan pada tabel berikut (Kemdikbud, 2016).

Jenjang
 
Komunikasi
 
Berpikir Kritis
Keamanan Media (Media Safety)
SD/SDLB awalmengartikulasikan empati terhadap tokoh ceritamemisahkan fakta dan fiksimampu menggunakan teknologi dengan bantuan/pendampingan orang dewasa
SD/SDLB lanjutmempresentasikan cerita dengan efektifmengetahui jenis tulisan dalam media dan tujuannyamengetahui batasan unsur dan aturan kegiatan sesuai konten
SMP/SMPLBbekerja dalam tim, mendiskusikan informasi dalam mediamenganalisis dan mengelola informasi dan memahami relevansinyamemahami etika dalam menggunakan teknologi dan media sosial
SMA/SMK/ SMALBmempresentasikan analisis dan mendiskusikannyamenganalisis stereotip/ ideologi dalam mediamemahami landasan etika dan hukum/aturan teknologi

Kompetensi berjenjang tersebut dicapai melalui kegiatan yang relevan di tiap satuan pendidikan. Fokus kegiatan di tiap-tiap jenjang perlu melibatkan aspek-aspek menyimak, berbicara, membaca, dan menulis yang didukung oleh jenis bacaan dan sarana/prasarana yang sesuai dengan kegiatan di setiap jenjang.
Berikut ini cakupan kegiatan literasi berdasarkan kompetensi dengan menyebutkan jenis bacaan dan sarana-prasarana (SaPras).
 
Jenjang
 
Menyimak
 
Membaca
 
Kegiatan
 
Jenis Bacaan
Sa-Pras
 
SD awal
 
menyimak cerita untuk menumbuhkan empati
mengenali dan membuat inferensi, prediksi, terhadap gambarmembaca-kan buku cerita dengan nyaring, membaca dalam hatibuku cerita bergambar, buku tanpa teks, buku dengan teks sederhana, baik fiksi maupun nonfiksisudut buku kelas, perpustakaan, area baca, kantin, kebun sekolah
SD lanjutmenyimak (lebih lama) untuk memahami isi bacaanmemahami isi bacaan dengan berbagai strategi (mengenali jenis teks, membuat inferensi, koneksi dengan pengalaman/teks lain, dll)membacakan buku cerita dengan nyaring, membaca dalam hatibuku cerita bergambar, buku bergambar kaya teks, buku novel pemula, baik dalam bentuk cetak/digital/visualsudut buku kelas, perpustakaan, area baca, kantin, kebun sekolah
SMPmenyimak untuk memahami makna implisit dari cerita/ pendapat penulismemahami isi bacaan dengan berbagai strategi (mengenali jenis teks, membuat inferensi, koneksi dengan pengalaman/teks lain, dll)membacakan buku dengan nyaring, membaca dalam hatiNovel anak, artikel media, komik, semua jenis tulisan (narasi, ekspositori, argumentatif), dalam bentuk cetak/digital/ visualsudut buku kelas, perpustakaan, area baca, kantin, kebun sekolah
SM/SMKmenyimak cerita dan melakukan analisis kritis terhadap tujuan/pendapat penulismengembangkan pemahaman terhadap bacaan menurut tujuan penulisan, konteks, dan ideologi dalam penulisannyamembacakan buku dengan nyaring, membaca dalam hatiSemua jenis teks cetak/visual/digital yang sesuai dengan peruntukan usiasudut buku kelas, perpustakaan, area baca, kantin, kebun sekolah

Buku untuk Anak dan Remaja

Jenjang pendidikan dari SD hingga SMA/SMK mengklasifikasikan buku bacaan ke dalam dua jenis, yaitu buku anak dan buku remaja. Dalam hal ini, dapat diacu model klasifikasi buku seperti yang diterapkan di Amerika atau Eropa.
Tingkatan Usia
Jenis Buku
Penyajian Konten (Bahasa)
Batita (Toddler) 1–3 tahunBuku BergambarTanpa kata; satu kata
Balita 3–5 tahun ke atasBuku BergambarSatu kata; satu kalimat
6–7 tahunBuku Pembaca MulaSatu paragraf pendek; satu cerita utuh
8–9 tahunBuku Bab/Pembaca Tingkat PeralihanSatu cerita/materi utuh yang terbagi atas bab-bab
≥9 tahunBuku Pembaca MenengahSatu cerita/materi utuh yang terbagi atas bab-bab
≥12 tahunBuku Pembaca ABGSatu cerita/materi utuh yang terbagi atas bab-bab

Apakah standar klasifikasi dan tingkatan usia (leveling) tersebut dapat dipakai di Indonesia? Dalam pandangan saya dan pengalaman menulis serta menerbitkan buku anak, klasifikasi tersebut dapat dijadikan acuan. Namun, perlu disadari bahwa pengalaman membaca pada anak-anak di setiap wilayah atau daerah berbeda-beda bergantung pada ketersediaan bahan bacaan yang tepat dan juga budaya baca yang dibangun dari lingkungan terkecil yaitu keluarga.
Klasifikasi yang disajikan pada tabel mengacu pada masyarakat Amerika dan Eropa dengan tradisi perbukuan dan membaca yang kental di dalam kehidupan mereka. Karena itu, tampak klasifikasi yang detail dengan penjenisan buku yang beragam, bahkan terkadang antarjenis saling beririsan tingkat usianya.
Buku-buku yang membahas khusus tentang buku anak di Indonesia sedikit sekali sehingga teori tentang klasifikasi dan tingkatan buku anak pun hampir tidak ditemukan. Pada edisi revisi buku Pedoman Penelitian Sastra Anak yang ditulis Sarumpaet (2010: 14–34) dijelaskan beberapa jenis buku (bacaan) anak, yaitu
  • buku Huruf/ABC;
  • buku berhitung;
  • buku tentang konsep;
  • buku tanpa kata;
  • bacaan untuk pemula;
  • buku bacaan bergambar;
  • kisah-kisah tradisional;
  • sajak;
  • fantasi;
  • cerita realistik;
  • biografi;
  • fiksi kesejarahan;
  • nonfiksi/buku informasi.
Tampak jenis yang dikemukakan Sarumpaet memang mencampur antara genre dan jenis buku serta tidak menjelaskan tentang tingkatan usia untuk tiap jenis buku. Klasifikasi lain dijelaskan Bunanta (2004: 29) tentang ragam bacaan anak. Bunanta membagi berdasarkan genre fiksi dan nonfiksi.
Fiksi
  • buku bacaan bergambar;
  • komik;
  • sastra tradisional;
  • fantasi modern;
  • fiksi realitas;
  • fiksi sejarah;
Nonfiksi
  • buku informasi;
  • buku biografi.

Jenis Buku dan Jenjang

Mengacu pada jenjang yang disusun oleh Kemdikbud, saya mencoba mengajukan satu tabel jenjang dan jenis buku. Di sini kelompok buku anak dan remaja hanya menyasar pada jenjang SD awal, SD lanjut, dan SMP. Adapun SMA/SMK sudah tergolong sebagai pembaca dewasa yang tidak dapat disebutkan sebagai kelompok pembaca anak-remaja.
Jenjang
Jenis Buku
Spesifikasi Acuan
SD AwalBuku bergambar (picture book)Panjang atau ketebalan buku anak bergambar biasanya sampai 24 hingga 32 halaman, termasuk halaman pendahulu. Biasanya halaman pendahulu hanya terdiri atas halaman judul dan halaman imprint(keterangan hak cipta). Tidak lazim di dalam buku anak bergambar terdapat daftar isi, prakata, ataupun kata pengantar.
Jumlah kata dalam buku bergambar antara 200 hingga 1.500 kata. Artinya, sebuah teks buku bergambar jika dituliskan di kertas A4 dengan spasi 1,5 hanya berkisar lima halaman. Akan tetapi, ada juga buku bergambar yang tidak memuat teks atau kata-kata sama sekali yang disebutwordless picture book.
SD AwalBuku pembaca mula (early readers)Buku pembaca mula didesain secara khusus untuk anak-anak yang sedang belajar membaca. Bentuk buku ini sudah mulai memperkenalkan bentuk persegi panjang, tidak lagi bentuk kotak/bujursangkar (square) seperti buku bergambar. Ukuran yang biasa digunakan adalah ukuran A4.
Meskipun tidak diklasifikasikan sebagai buku bergambar, buku pembaca mula juga memiliki ilustrasi. Fungsi ilustrasi sebagai petunjuk bagi pembaca dan juga menghibur. Jadi, tidak seperti buku bergambar yang menggunakan ilustrasi untuk membantu pembacanya menangkap jalan cerita.
Buku pembaca mula memiliki variasi ketebalan yaitu antara 48 halaman hingga 64 halaman atau paling sederhana adalah 32 halaman. Jumlah kata umumnya 1.500 kata atau lebih.

SD LanjutBuku bab (chapter book)Buku bab seperti halnya buku pembaca mula didesain untuk memberikan perasaan bertumbuh pada pembacanya. Jika bagian kovernya terlihat seperti buku pembaca mula, bagian perwajahan dalam buku tampak sedikit berbeda.
Di dalam buku untuk pembaca mula masih terdapat ruang putih yang dominan, terutama spasi yang lebih besar, tetapi buku bab sudah menguranginya yaitu tampak pada pengurangan spasi antarbaris. Buku bab biasanya juga menggunakan beberapa ilustrasi, tetapi fungsinya hanya sebagai “pemanis” jalan cerita.
Hal yang paling mencolok dalam buku bab sehingga dinamakan demikian adalah pemecahan cerita ke dalam beberapa bab kecil. Pembagian bab ini diperlukan karena banyaknya teks dan halaman daripada buku untuk pembaca mula. Dengan pengelompokan isi ke dalam beberapa bab, memberikan rasa menyenangkan kepada anak-anak karena mereka tidak ditekan untuk menyelesaikan pembacaan buku sekali duduk.
Pembagian bab tersebut juga menempatkan buku bab sebagai bacaan peralihan menuju pembagian bab yang lebih panjang dan kompleks. Ketebalan buku bab secara normal adalah 48 sampai dengan 80 halaman dengan 1.000-1.500 kata.

SD LanjutBuku pembaca menengah (middle grade readers)Buku pembaca menengah, khususnya novel, juga terbagi ke dalam bab-bab yang lebih panjang daripada buku bab, tetapi juga tidak terlalu panjang seperti halnya buku untuk pembaca ABG. Teks juga tidak terlalu padat, tetapi juga tidak banyak terdapat ruang putih.
Biasanya juga terdapat ilustrasi pada setiap bab, tetapi tidak lebih dari satu ilustrasi tiap babnya. Buku pembaca menengah biasanya berketebalan 80 hingga 192 halaman. Jumlah kata antara 12.000 s.d. 30.000 kata.
SMPBuku pembaca ABG (young-adult books)Buku untuk anak usia >12 tahun. Topik lebih beragam yaitu hal-hal yang menjadi ketertarikan remaja tanggung (ABG) dengan ketebalan di atas 160 halaman.
SMABuku pembaca dewasaBuku untuk pembaca dewasa yang masih relevan, seperti novel, biografi/autobiografi, memoar, nonfiksi berbagai jenis. Ketebalan di atas 160 halaman.

Gerakan Literasi Sekolah adalah sebuah terobosan mengingat lemahnya kompetensi generasi muda Indonesia dalam hal literasi. Karena itu, ketersediaan buku atau bahan bacaan yang relevan adalah sebuah kemutlakan. GLS lewat Permendikbud No. 23 tentang Penumbuhan Budi Pekerti memaklumkan kegiatan membaca 15 menit sebelum pembelajaran dimulai. Di sini juga perlu kejelian untuk memilihkan buku yang efektif mengayakan wawasan siswa selama 15 menit.
Tidak harus satu buku habis dibaca dalam 15 menit karena siswa dapat melanjutkan membaca keesokan harinya. Intinya buku itu harus dapat memancing kebiasaan membaca yang menyenangkan. Kemdikbud perlu melakukan riset buku-buku yang disukai anak. Riset ini bisa melibatkan lembaga seperti Ikapi ataupun komunitas-komunitas literasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGANNYA DI BLOG SDN 6 MENTENG