Definisi literasi
Genre, wacana, literasi, teks, dan konteks, saat ini menjadi bahan perbincangan dikalangan guru.dalam perkembangannya, definisi literasi selalu berevolusi sesuai dengan tantangan pada zamanya. Jika dulu definisi literasi adalah kemampuan membaca dan menulis, kini literasi pada zaman sekarang literasi adalah praktik kultural yang berkaitan dengan persoalan sosial dan politik. Definisi baru dari literasi menunjukkan paradigm baru dalam upaya memaknai literasi dan pembelajarannya. Kini ungkapan literasi memiliki banyak variasi, seperti literasi computer, literasi virtual, literasi matematika, literasi IPA, dan lain sebagainya. Hakikat ber-literasi secara kritis dalam masyarakat demokratis diringkas dalam lima verba: memahami, melibati, menggunakan, menganalisis, dan mentransformasi teks.
Dalam perkembangannya literasi terus berevolusi, makna dan rujukannya semakin meluas dan kompleks. Sedangkan rujukan linguistic dan sastra relative konstan. Literasi memiliki tujuh dimensi yang berurusan dengan penggunaan bahasa.
- Dimensi geografis meliputi daerah lokal, nasional, regional, dan internasional. Literasi ini bergantung pada tingkat pendidikan dan jejaring sosial.
- Dimensi bidang meliputi pendidikan, komunikasi, administrasi, hiburan, militer, dan lain sebagainya. Literasi ini mencirikan tingkat kualitas bangsa dibidang pendidikan, komunikasi, militer, dan lain sebagainya.
- Dimensi ketrampilan meliputi membaca, menulis, menghitung, dan berbicara. Literasi ini bersifat individu dilihat dari tampaknya kegiatan membaca, menulis, menghitung, dan berbicara. Dalam teradisi orang barat, ada tiga ketrampilan 3R yang lazim diutamakan seperti reading, writing, dan arithmetic.
- Dimensi fungsi, literasi untuk memecahkan persoalan, mendapatkan pekerjaan, mencapai tujuan, mengembangkan pengetahuan, dan mengembangkan potensi diri.
- Dimensi media, (teks, cetak, visual, digital) sesuai dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat, begitu juga teknologi dalam media literasi.
- Dimensi jumlah, kemampuan ini tumbuh karena proses pendidikanyang berkualitas tinggi. literasi seperti halnya kemampuan berkomunikasi bersifat relative.
- Dimensi bahasa, (etnis, lokal, internasional) literasi singular dan plural, hal ini yang nenjadikan monolingual, bilingual, dan multilingual. Ketika seseorang menulias dan berlitersi dengan bahasa derah, bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, maka ia disebut seseorang yang multilingual.
Bicara tentang literasi Multilingual tentu erat kaitannya dengan pembelajaran bahasa asing. Pengajaran bahasa asing dalam metode dan pendekatannya ada lima kelompok besar,
- Pendekatan structural dengan grammar translation methods. Penggunaan bahasa tulis dan penggunaan tata bahasa. Kelemahan dari metode ini, pendekatan ini tidak menjamin siswa mampu menganalisis persoalan sosial, seperti bahasa iklan, dan lain sebagainya.
- Pendekatan audiolingual atau denga-ucap, metode ini menggunakan dialog-dialog itu saat berkomunikasi secara spontan. Kelemahan dari metode ini adalah kurangan memberi ruang terhadap variasi ujaran sebagai fungsinya.
- Pendekatan kognitif dan transformative, metode iniberorientasi pada pembngkitan potensi berbahasa siswa sesuai kebutuhan lingkungannya.
- Pendekatan communicative competence, pengajaran bahasa ini menjadikan siswa mampu berkomunikasi dalam bahasa target, mulai dari komunikasi terbatas sampai komunikasi spontan atau alami.
- Pendekatan literasi atau pendekatan genre-based, tujuan pembelajaran adalah menjadikan siswa mampu menghasilkan wacana yang sesuai konteks komunikasi.
Budaya Literasi
Secara sederhana, literasi dapat diartikan sebagai sebuah kemampuan membaca dan menulis. Kita mengenalnya dengan melek aksara atau keberaksaraan. Namun sekarang ini literasi memiliki arti luas, sehingga keberaksaraan bukan lagi bermakna tunggal melainkan mengandung beragam arti (multi literacies). Ada bermacammacam keberaksaraan atau literasi , misalnya literasi komputer (computer literacy), literasi media (media literacy), literasi teknologi (technology literacy), literasi ekonomi (economy literacy), literasi informasi (information literacy), bahkan ada literasi moral (moral literacy). Seorang dikatakan literat jika ia sudah bisa memahami sesuatu karena membaca informasi yang tepat dan melakukan sesuatu berdasarkan pemahamannya terhadap isi bacaan tersebut.
Data dari Association For the Educational Achievement (IAEA), mencatat bahwa pada 1992 Finlandia dan Jepang sudah termasuk negara dengan tingkat membaca tertinggi di dunia. Sementara itu, dari 30 negara, Indonesia masuk pada peringkat dua terbawah.
Secara Umum ada tiga kategori besar masyarakat Indonesia, yakni praliterasi, literasi dan posliterasi.
- Masyarakat praliterasi yang hidup dalam tradisi lisan dan sulit mengakses media seperti buku, TV, internet dan lain-lain. Kalaupun mereka dapat mengakses tetapi tidak bisa mencernanya dengan mudah.
- Masyarakat literasi yang memiliki akses terhadap buku, tidak berarti tradisi baca-tulis dapat tumbuh dengan suburu di kalangan ini.
- Masyarakat posliterasi yang memiliki akses buku dan teknologi informasi dan audio visual.
Perbandingannya dengan saat ini barangkali tidak berbeda jauh jika melihat indikator yang ada. Suatu tingkat literasi yang sangat ironis bila kita bercermin pada negara-negara tetangga di ASEAN yang sudah terlebih dulu bangkit dari keterpurukan peradaban.
Sebuah survey dari program for international students assessment (PISA) dalam pertama kali keikutsertaannya pada tahun 1997 Indonesia survey tentang budaya literasi, Indonesia menempati peringkat 40 dari 41 negara yang berpartisipasi. Selanjutnya pada tahun 2000 dalam survey yang sama Indonesia menempati peringkat 64 dari 65 negara partisipan.
Survey tersebut sudah cukup menjelaskan kurangnya budaya literasi di Indonesia, bahkan kita kalah tingkat literasinya dengan Negara-negara ASEAN yang lain sekalipun Vietnam, Negara yang jauh lebih muda dibandingkan Indonesia.
Karena itu Penguasaan literasi dalam segala aspek kehidupan memang menjadi tulung punggung kemajuan peradaban suatu bangsa. Tidak mungkin menjadi bangsa yang besar, apabila hanya mengandalkan budaya oral yang mewarnai pembelajaran di lembaga sekolah maupun perguruan tinggi. Namun disinyalir bahwa tingkat literasi khususnya dikalangan sekolah semakin tidak diminati, hal ini jangan sampai menunjukkan ketidakmampuan dalam mengelola sistem pendidikan yang mencerdaskan kehidupan bangsa. Karena itulah sudah saatnya, budaya literasi harus lebih ditanamkan sejak usia dini agar anak bisa mengenal bahan bacaan dan menguasai dunia tulis-menulis.
Ada sepuluh gagasan kunci tentang literasi yang menunujukkan perubahan pardigma literasi sesuai dengan tantangan zaman dan perkembangan ilmu pengetahuan sekarang ini yaitu, ketertiban lembaga-lembaga social, tingkat kefasihan relative, pengembangan potensi diri dan pengetahuan, standar dunia, warga masyarakat demokratis, keragaman local, hubungan global, kewarganegaraan yang efektif, bahasa inggris ragam dunia (multiple Englishes), kemampuan berfikir kritis, dan masyarakat semiotic. Semiotic adalah ilmu tentang tanda, kode, struktur, dan komunikasi. Jadi dengan ke-sepuluh kata kunci ini hal ihwal literasi, seseorang dapat memperbaiki dan meningkatkan kualitas membaca dan menulisnya dan mampu menemukan suatu makna dalam teks yang disaring melalui sebuah konteks.
Dalam pendidikan bahasa yang baik seyogianya dilaksanakan dengan mengikuti tujuh prinsip sebgai berikut:
1) literasi adalah kecakapan hidup yang memungkinkan manusia berfungsi maksimal sebagai anggota masyarakat.
2) literasi mencakup kemampuan reseptif dan produktif dalam upaya berwacana secara tertulis maupun lisan.
3) literasi adalah kemampuan memecahkan masalah.
4) literasi adalah refleksi penguasaan dan apresiasi budaya.
5) literasi adalah kegiatan refleksi (diri).
6) literasi adalah hasil kolaborasi. Berbaca-tulis selalu melibatkan kolaborasi antara dua pihak yang berkomunikasi, sudah dijelaskan pula bahwa berbaca-tulis bak kakak-adik kandung yang tak terpisahkan.
7) literasi adalah kegiatan untuk melakukan interpretasi atau penafsiran. Seperti halnya para penafsir Al-Qur’an yang begitu beragam latarbelakangnya, baik dari tafsir Maroghi, tafsir Jalalain, tafsir Munir, dan lain sebagainya. kesemua para masyayikh ini melakukan penginterpretasian secara khusus merujuk pada latar belakang pendidikannya, kalo imam Maroghi dalam menafsirkan Al-qur’an dengan bahasa yang terkini dan modern sehingga kadang membuat para pembaca kitabnya sedikit rumit dengan bahasa yang digunakan oleh beliau dan contoh-contoh lainnya.
Kesimpulan
Jadi dapat saya simpulkan bahwa, rekayasa literasi adalah suatu jalan menuju pada suatu perubahan dan peningkatan literasi anak bangsa dengan metode dan teknik pengajaran literasi yang mencerdaskan, dan bahwa dalam pembengkelan bahasa (baca-tulis) dibutuhkan yang namanya keterampilan dimulai dari bahasa ibu, bahasa Indonesia, dan bahasa asing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar